Tinjauan Kebijakan Pemerintah dalam Penanganan dan Pencegahan Stunting

Printa Kusumastuti 08 Agustus 2023 09:29:12 WIB

Stunting saat ini telah menjadi permasalahan global yang seringkali dialami oleh negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Sejatinya, stunting merupakan kondisi dimana balita mengalami kurang gizi kronis yang ditandai dengan tubuh lebih pendek dari balita normal pada umumnya (Bappeda, 2020). Kondisi ini terjadi sebab menerima asupan makanan yang tidak sesuai dengan kebutuhan gizi. Balita yang mengalami stunting dapat terlihat dengan jelas setelah berusia 2 tahun. Menurut World Health Organization (2013), bayi dan balita yang mengalami stunting berpotensi meningkatkan risiko kematian dan kemunculan berbagai penyakit sebab perlambatan pertumbuhan motorik yang berpengaruh pada kesehatan serta risiko lambatnya perkembangan kognitif yang berpengaruh pada kecerdasan anak. Maka dari itu, momen ketika ibu hamil dan bayi kurang dari dua tahun merupakan momen yang krusial untuk pemenuhan asupan gizi bayi dan ibu agar terhindar dari stunting.

 

Kementerian Kesehatan menyebutkan bahwa 12 provinsi di Indonesia masih memerlukan perhatian lebih dalam upaya penurunan angka stunting. Terdapat lima provinsi dengan jumlah kasus terbesar di Indonesia per data tahun 2022, yaitu:

Jawa Barat dengan 971.792 kasus

Jawa Timur dengan 651.708 kasus

Jawa Tengah dengan 508.618 kasus

Sumatera Utara dengan 347.437 kasus

Banten dengan 265.158 kasus

 

Menurut data dari Kemenkes (2023), persentase prevalensi stunting di Indonesia masih berada di angka 21,6% di tahun 2022. Meskipun angka ini turun dari 24% di tahun 2021, tetapi di antara negara-negara Presidensi G20, Indonesia berada di peringkat 2 setelah India dalam urutan negara dengan tingkat Stunting paling tinggi. Hasil ini masih belum memenuhi standar WHO terkait prevalensi stunting yang seharusnya maksimal berada di angka kurang dari 20%. Maka dari itu, pemerintah menargetkan prevalensi stunting di tahun 2024 berada di angka 14%.

 

Lalu bagaimana upaya yang selama ini telah diterapkan oleh pemerintah sebagai langkah penanganan dan pencegahan stunting di Indonesia? Artikel ini akan membahas program apa saja yang telah dilakukan serta kebijakan apa saja yang telah dibuat, apakah sudah berjalan dengan optimal sebagaimana tujuannya?

 

Dalam intervensinya melalui program, pemerintah melalui Kementerian Kesehatan sejauh ini memfokuskan intervensi pada dua fase pertumbuhan, yaitu fase ibu hamil atau sebelum melahirkan dan fase sesudah melahirkan utamanya 1000 Hari Pertama Kehidupan. Pada fase pertama, intervensi akan berfokus pada pemberian Tablet Tambah Darah (TTD) pada remaja kelas 7 sampai kelas 10 sebagai upaya pencegahan anemia. Intervensi yang dilakukan termasuk pengukuran hemoglobin dan HB. Intervensi lainnya juga akan dilakukan pada ibu hamil dengan memberikan TTD dan memastikan ibu hamil memiliki gizi yang cukup. Pada fase kedua, intervensi difokuskan pada bayi usia 0-24 bulan melalui program imunisasi, ASI eksklusif selama 6 bulan, dan memberikan protein hewani apabila bergejala stunting.

 

Selain melakukan intervensi di bidang kesehatan, pemerintah juga melakukan upaya pencegahan melalui penyediaan prasarana air bersih dan sanitasi. Intervensi ini dilakukan melalui Kementerian PUPR dengan program Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat (Pamsimas) dan Sanitasi Berbasis Masyarakat (Sanimas). Di tahun 2023, kedua program ini dilakukan di 246 kabupaten/kota di 12 provinsi yang menjadi fokus utama penurunan stunting sesuai SK Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional, yakni Aceh, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Barat, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Sulawesi Tenggara, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Banten, dan Sumatera Utara. Tercatat sejak 2018 hingga 2022, program Pamsimas telah terlaksana di 1.781 lokasi dengan anggaran Rp 559 miliar dan program Sanimas telah terlaksana di 4.099 lokasi dengan anggaran Rp 1.8 triliun. Program ini turut sejalan dengan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025 yang memfokuskan ketersediaan air bersih dan sanitasi  layak bagi seluruh rakyat Indonesia.

Upaya intervensi yang dilakukan oleh pemerintah memerlukan peran kerja sama lintas sektor demi upaya yang optimal. Selain Pamsimas dan Sanimas, pemerintah juga melakukan pemberian anggaran bagi setiap desa, menyediakan program Pemeriksaan 3 Bulan Pra Nikah yang wajib diikuti oleh calon pengantin, menyediakan layanan Keluarga Berencana, menyediakan Jamkes sebagai asuransi kesehatan nasional, memberikan pendampingan stunting bagi tiap desa melalui BkkbN, hingga memberikan berbagai edukasi mengenai pendidikan gizi pada anak dan remaja serta kesehatan seksual dan reproduksi.

Dari sisi kebijakan, pemerintah telah memberikan intervensi melalui pembentukan Strategi Nasional (Stranas) Percepatan Pencegahan Stunting yang menjadi dokumen acuan koordinasi seluruh intervensi agar terukur dalam kerangka kebijakan dan institusi yang ada. Stranas ini kemudian dikuatkan melalui pengesahan Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting yang kemudian menjadi payung hukum demi memperkuat kerangka intervensi yang harus dilakukan. Perpres ini juga mendukung penguatan internal melalui koordinasi tingkat pusat dan daerah serta keterlibatan non-pemerintah untuk bersama mewujudkan tujuan nasional Melalui Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2021, Tim Percepatan Penurunan Stunting turut dibentuk mulai dari tingkat Nasional hingga tingkat Desa yang melibatkan Tenaga Kesehatan Desa, Penyuluh KB, Tim Penggerak PKK, hingga Kader yang disesuaikan dengan kebutuhan desa.

Melihat berbagai intervensi yang sejauh ini telah dilakukan oleh pemerintah sebagai upaya penanganan dan pencegahan stunting terlihat bahwa intervensi cukup memberikan pengaruh yang ditandai dengan menurunnya angka prevalensi stunting di Indonesia.  Namun penurunan ini masih belum memenuhi standar yang ditetapkan oleh WHO. Maka dari itu, dalam menentukan intervensi yang akan dilakukan, pemerintah perlu merencanakan penyuluhan dan pendampingan yang lebih spesifik kepada masyarakat yang berpengaruh dalam pengambilan keputusan sosial yang preventif. Selain itu, pemerintah juga perlu meninjau kembali Perpres Nomor 71 Tahun 2021 mengingat bahwa terdapat keambiguan mengenai desentralisasi fiskal yang hadir karena belum jelasnya transparansi dan penguatan kapasitas organisasi. Melalui kebijakan yang telah dibuat, diperlukan koordinasi berbagai pemangku kepentingan, baik masyarakat, pemerintah, akademisi, hingga swasta agar upaya pencegahan dan penanganan stunting di Indonesia dapat dilakukan secara optimal.

Komentar atas Tinjauan Kebijakan Pemerintah dalam Penanganan dan Pencegahan Stunting

Formulir Penulisan Komentar

Nama
Alamat e-mail
Komentar
Isikan kode Captcha di atas
 

Website desa ini berbasis Aplikasi Sistem Informasi Desa (SID) Berdaya yang diprakarsai dan dikembangkan oleh Combine Resource Institution sejak 2009 dengan merujuk pada Lisensi SID Berdaya. Isi website ini berada di bawah ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik dan Attribution-NonCommercial-NoDerivatives 4.0 International (CC BY-NC-ND 4.0) License